REFRESH ENTRI TUTORIAL DIRIKU DASHBOARD
Pengenalan



Aku bebas dari PMR! Hanya menunggu keputusan PMR dengan hati yang berdebar. Harap result PMR aku, cemerlang dan dapat membanggakan ibubapa ku :)


Navi Kecik

Navigate around :3
Kredit

  • Skin by Student Kecik
  • Basecode by Ainabillah
  • Tutorials Atiqah
  • Best view on Google





  • Kisah dua Putra Adam

    Setelah diturunkan ke bumi, Adam dan istrinya hidup dan memiliki keturunan juga di daerah Makkah .


    Hampir seluruh umat islam meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan Allah SWT adalah Adam. Disebut begitu, karena ada sebagian lainnya yang meyakini bahwa Adam bukan manusia pertama. Mereka berdebat soal pertanyaan Malaikat kepada Allah saat akan diciptakan seorang khalifah di muka bumi – lihat QS Al-Baqarah[2]: 30.
    Diantara mereka itu adalah Dr. Abdul Shabur Syahin dalam bukunya Ar-Rawafid as-Saqafiyah (Adam Bukan Manusia Pertama, Mitos atau Realitas?). namun, Syekh Abdul Mun’im Ibrahim telah membantah secara tegas karya Abdul Shabur Syahin itu dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat Ma’a Abi Adam.
                Mayoritas ulama sepakat bahwa Adam diturunkan di India, dan Hawa di Jeddah, sedangkan ada yang menjelaskan Adam dan Hawa di turunkan di Shafa dan Marwah. KeteranganAt-Thabari dalam Tarikh Thabari. Pendapat At-Thabari yang menjelaskan bahwa Adam diturunkan di India di puncak gunung tertinggi di dunia yang lebih banyak disepakati para ulama. Hal ini juga diterangkan Sami bin Abdullah bin Ahmad Al-Maghluts dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya’ Wa Ar-Rusul (Atlas Sejarah Nabi dan Rasul).
                Setelah Adam dan Istrinya diturunkan ke bumi, maka berkembanglah anak keturunannya. Hal ini ditegaskan Allah dalam AlQuran surah Al-A’raf[7]: 24-25. Allah berfiman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan. Allah berfiman: “di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” Penjelasan serupa juga terdapat dalam surahAl-Baqarah[2]: 36.
                Para ulama sepakat, sejak diturunkan ke bumi, istri Adam, yakni Hawa melahirkan anak-anak Adam sebanyak 20 kali. dan setiap kelahiran selalu kembar putra dan putrid. Dengan demikian jumlahnya mencapai 40 orang. Dan diantara sekian banyak anak-anak Adam, terdapat kisah yang menjadi awal mula pembunuhan di muka bumi. Pembunuhan itu dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya yang benama Habil.
    “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!.” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.”
    “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
    “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.”
    Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.”(QS Al-Ma’idah[5]: 27-30).
                Menurut Sami bin Abdullah Al-Maghluts, mengutip keterangan Imam At-Thabari dalamTarikh al-Umam wa al-Mulk, menjelaskan; Abu Malik meriwayatkan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud, dari para sahabat Rasulullah SAW berkata:
    “Semua anak Adam dilahirkan secara kembar dampit;  laki-laki dan perempuan. Beliau kemudian menikahkan anak laki-laki pertama secara menyilang dengan anak perempuan kedua. Beliau memiliki dua anak laki-laki bernama Qabil dan Habil. Qabil merupakan anak laki-laki pertama yang lahir bersama Zar’a (ada yang menyebutnya kembaran Qabil bernama Iklima), dan Habil anak kedua yang lahir bersama dengan Dhar (ada yang menyebutnya Labuda). Saudara kembar Qabil memiliki paras yang lebih cantik dibandingkan dengan saudara kembar Habil.”
    Nabi Adam kemudian menikahkan Qabil dengan kembaran Habil, begitu juga sebaliknya. Namun Qabil menolak karena dia merasa lebih tua daripada Habil dan kembarannya lahir bersamaan dengannya. “Dia saudara perempuanku yang lahir bersamaku. Dia lebih cantik dari saudara perempuanmu. Aku lebih berhak menikahinya,” kata Qabil.
    Keduanya lalu diminta untuk membuat membuat kurban sebagai persembahan kepada Yang Maha Pencipta. Siapa yang kurbannya diterima maka dialah yang menikah dengan Zar’a/Iklima. Qabil membuat persembahan dari hasil kebunnya yang buruk, sedangkan Habil mengambil domba yang gemuk sebagai kurban. Akhirnya Allah menerima kurban Habil.
    Hal ini membuat kecewa Qabil, maka dia pun mencari jalan untuk membunuh Habil. Saat itu, Adam sedang pergi ke Makkah. Sebelum pergi, Adam meminta kepada langit untuk menjaga keluarganya. “Jagalah putraku dengan baik.” Namun langit menolaknya. Kemudian Adam meminta kepada bumi namun bumi pun menolaknya. Adam meminta kepada gunung sama, seperti langit dan bumi gunung pun menolak Adam. Akhirnya Adam meminta kepada Qabil, dan Qabil berjanji untuk menjaganya. Dan terjadilah peristiwa pembunuhan Habil itu.
    Qabil lalu meninggalkan mayat Habil di tempat terbuka. Sebab, dia tidak tahu harus diapakan mayat adiknya itu. Allah SWT lalu mengirimkan dua ekor burung gagak bersaudara, keduanya saling bertengkar hingga salah satunya tewas, burung gagak itu lalu menggali tanah dengan paruhnya dan menguburkan gagak yang mati tersebut. Ketika Qabil melihat itu dia berkata:“Celaka,mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku bisa menguburkan mayat saudaraku ini.” (QS. Al-Ma’idah[5]: 31).
    Nabi Adam lalu pulang dan menemukan salah satu putranya telah tiada karena dibunuh oleh anaknya sendiri.
    “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (QS Al-Adzab[33]: 72).
    Dialah Qabil, manusia yang tidak amanah dalam menunaikan amanah Nabi Adam AS untuk menjaga keluarganya. Demikianlah keterangan Imam At-Thabari dalam Tarikh al-umam wa al-Mulk, jilid I, halaman 13.

    Makkah
                Dijelaskan oleh Sami bin Abdullah Al-Maghluts, peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil pada saudaranya yang bernama Habil terjadi di daerah Makkah. Sebab, Makkah merupakan tempat tinggal Adam dan Hawa setelah mereka turun ke bumi.
                Hal senada juga diungkapkan Syauqi Abu Khalil dalam bukunyaAthlas Al-Qur’an. Syauqi menjelaskan, pembunuhan Habil terjadi di Makkah, inilah pendapat paling kuat. Sedangkan Qabil setelah membunuh Habil pergi melarikan diri ke daerah Yaman. Demikian diterangkan At-Thabari dalam Qishash al-Anbiya. “Qabil melarikan diri dari ayahnya (Adam) dan menuju ke daerah Yaman.”
                Nabi Adam menurut sebagian riwayat hidup hingga berusia 1000 tahun. Riwayat lain menyebutkan usianya antara 950 – 1000 tahun. Dan jarak antara Adam dengan Nuh juga 1000 tahun atau 10 abad. Demikian keterangan Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa an-Nihayah. Ibnu Katsir menjelaskan, ada seorang bertanya; “Ya Rasulullah, apakah Adam seorang nabi?” Rasul SAW menjawab, “ya, nabi yang diberikan wahyu.” Orang itu kembali bertanya; “berapa lama rentang waktu antara Adam dan Nuh?” Nabi SAW menjawab; “sepuluh abad.” (HR. Muslim).
                Dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Sami al-Maghluts menjelaskan, Adam hidup siperkiran sekitar tahun 5872-4942 sebelum masehi (SM). Sedangkan Nabi Nuh diperkirakan hidup sekitar tahun 3993-3043 SM (usia 950 tahun). Lihat juga penjelasan Ahmad al-Usairy dalamTarikh al-Islamy.
                Menurut beberapa riwayat, Nabi Adam AS dimakamkan di gunung Qasiyun di daerah Damaskus. Syauqi Abu Khalil menambahkan, di gunung Qasiyun yang menhukang tinggi di kota Damaskus dari arah utara terdapat satu gua yang bernama Magharatud Dam yang berarti gua darah. Gua ini sangat terkenal oleh sebagian masyarakat umum, tempat ini diyakini sebagai tempat Qabil membunuh saudaranya Habil. Lokasinya terletak di sebelah kanan jalan dari arah Damaskus menuju Zabdani dan Balaudan. Sementara itu di  Sungai Bardi terdapat satu kuburan yang panjangnya kira-kira 15 meter, sebagian masyarakat meyakini tempat itu sebagai kuburan Habil.     
    Wallahu A’lam



    PUNCAK GUNUNG TERTINGGI
    Tempat Adam Diturunkan ke Bumi

    Gunung Everest di Himalaya merupakan puncak gunung tertinggi di dunia. Puncaknya mencapai 8.848 meter dari permukaan laut.

    Menyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS), maka akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas (berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
    “Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
                 
    Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39Al-A’raf [7]: 11-25Al-Hijr [15]: 26-38Al-Isra’ [17]: 61-65Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
    Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu makhluk Allah, Ia bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga, kemudian Allah menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi). Bersama istri dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi.
                    Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
    Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis, hingga mereka memakan buah khuldi tersebut.
    Menurut Ibnul Atsir, Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah fi Gharib Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
                    Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
    Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam dan Hawa, namun sebagaimana kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah di bumi, maka Adam dan Hawa lalu diturunkan ke bumi.
    Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta mengembangkan keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]: 24-25.
                    Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya, iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada Adam. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah riwayat dengan sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan lainnya
    “Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki surga, iblis dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat kaki seperti unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah berbasa-basi, iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga sehingga iblis lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)



    Gunung Tertinggi
                    Lalu, setelah dikeluarkan dari surga, dimanakah Adam dan Hawa diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Mayoritas ulama sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal Rahmah, di Arafah.
    Mengenai tempat diturunkannya inilah yang menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Al-Imam At-Thabari dalam Tarikh Thabari (jilid 1 hlm 121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan keterangan dari Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.”Keterangan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim di dalam kitab al-Hilyah, dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
    Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
    “Ketika Allah menurunkan Adam, Dia menurunkannya di tanah India. Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji kemudian pergi menuju Syam (Syria) dan meninggal di sana.”
                    (HR. Thabrani)
    Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di negeri Asbahan (Iran).
                    Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
                    AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]: 30-39 dan Al-A’raf [7]: 11-25.
    Sementara itu, menurut legenda agama Kristen, setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama kali menjejakan kainya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang terdapat di Sri Langka.
    Menurut At-Thabari, tempat Adam diturunkan adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan At-Thabari ini kemudian diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan pendapat yang paling kuat dasarnya.
    Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi telah melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai dari dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian itu disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest). Wa Allahu A’lam

    Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
                    Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis. Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa) diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah khuldi.
                    Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam. Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan) sebagaimana kepercayaan dalam agama lain.
    Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam ajaran islam, tidak ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat keburukan, maka dialah yang menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang lain yang tidak mengikutinya.
                    Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
                    Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni mengelola bumi dan seisinya (QS  [2]: 30). Karena itulah, Allah mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada Adam, dan tidak diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan ilmu itu agar nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya dengan baik untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
                    Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud, sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun mengutuk dan mengusirnya dari surga.
    Keterangan inilah yang akhirnya membuat seorang peneliti bidang matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, Prof. Dr. Jeffrey Lang, untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang mengatakan, ia benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah [2] yang menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi. Ia membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam berbagai literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia berusaha untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam AlQuran.
    Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai hal ini dan pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help.

    Adam bukan Makhluk Pertama
                    Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
                    Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim. Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan menjadikan (ja’ala).
    Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan makhluk pertama yang diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih dahulu diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
    Pendapat yang menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr. Abdul Shabur Syahin. Dalam bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan Manusia Pertama? Mitos atau Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul Insan, bukan Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek moyang) manusia.
    Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar. Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama. Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan) dan khalaqa(menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]: 30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
                    Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan ole kedua orangtuanya, mengingatkan kita pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan). Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,” tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat Ma’a Abi Adam.
    Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain sebelum Adam diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian, ia sangat yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan Allah SWT.
    Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im ini, juga terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-Farabi,Mu’jam Maqayis al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari, dan al-Mukhtar karya Ar-Razi.
                    Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut manusia dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia yang berakal sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan kehancuran. Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada Allah, bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.

    Makhluk Pertama
                    Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah SWT?menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan adalah qalam(pena). Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.”
                    Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
                    Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan adalah dawat (tinta), lalu pena. Ada pula yang menyebutkan, air pertama kali diciptakan.
    Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk pertama yang diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan oleh Ibnu jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam, maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan iblis (syaitan), dan Adam AS.
    Wa Allahu A’lam





    Fully Design By Student Kecik on May '13 for visit